PEMBAHASAN
Melacak sejarah perkembangan akhlak
(etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi
ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat
istiadat (al-adalah/ tradisi) yang sangat dihormati oleh setiap individu,
keluarga dan masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun
ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah membangun “kerajaan filsafat“,
dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam aliran filsafat.
Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata berdasarkan
fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam,
pertengahan, dan di zaman modern
Pada pembahasan ini kami sebagai
pemakalah akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan akhlak pada zaman
Yunani sampai zaman Modern.
Juga membagi menjadi dua bagian yakni pertumbuhaan dan perkembangan Ilmu akhlak
diluar ajaran Islam(non muslim) dan pertumbuhan dan perkembangan di dalam
ajaran Islam.
A.
SEJARAH SINGKAT
Secara etimologis akhlak
adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja
merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia,
tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan
dengan alam semesta. Sedangkan, Ilmu Akhlak adalah ilmu yang
menentukan batas baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu yang
mempersoalkan baik buruknya amal.
Akhlak dalam arti bahasa,
sebenarnya sudah dikenal manusia di atas permukaan bumi ini yaitu apa yang
disebut dengan istilah adat-istiadat (tradisi) yang dihormati, baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam keadaan terputusnya wahyu
(zaman fatrah) maka tradisi itulah yang dijadikan tolak ukur dan alat
penimbangan norma pergaulan kehidupan manusia, terlepas dari segi apakah itu
baik atau buruk menurut setelah datang wahyu.
Kalau kita memperhatikan
bangsa arab di zaman jahiliyah, misalnya: mereka sudah memiliki perangai halus
dan rela dalam kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Tetapi juga pemarah
luar biasa, perampok, perampas, karena kejahatan mengancam diri atau kabilahnya.
Hal ini Nampak dalam puisi-puisi mereka sebagai bangsa yang buta huruf, tetapi
daya ingatan dan hafalan mereka sangat kuat. Misalnya: Zuhair ibnu abi Salam
mengatakan: “Barang siapa menepati janji tidak kan tercela dan barang siapa
membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Bangsa Arab sebelum Islam
telah memiliki dalam kadar yang minimal pemikiran dalam bidang akhlak.
Pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai
yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang
diucapkan oleh filosof-filosof zaman kuno. Sewaktu islam datang yang dibawa
oleh Muhammad SAW, maka Islam tidak menolak setiap kebiasaan yang terpuji yang
terdapat pada bangsa Arab, Islam datang kepada mereka membawa akhlak yang mulia
yang menjadi dasar kebaikan hidup seseorang, keluarga, handai tolan, umat
manusia serta alam seluruhnya. Setelah Al-qur’an turun maka lingkaran bangsa
Arab dalam segi akhlak dari segi sempit menjadi luas dan berkembang, jelas arah
dan sasarannya.
PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
1.
Akhlak pada bangsa Yunani
Perkembangan ilmu akhlak pada
bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians,
yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan
bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu
perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para
pemikir Yunani dalam membangun Ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang
manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat
filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap
potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat
antropo-sentris, dan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang
fitri, yang akan ada dengan adanya manusia sendiri, dan hasil yang didapatnya
adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni.
Pandangan dan pemikiran
filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani itu secara redaksional
berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan
muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui
kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
Ada beberapa ahli-ahli fikir Yunani yang menyingkapkan pengetahuan
akhlak, di antaranya:
a.
Socrates (469 - 399 SM).
Socrates
dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia yang pertama kali berusaha
sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan dasar ilmu
pengetahuan. Sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu adalah ilmu. Namun
demikian, para peneliti terhadap pemikiran Socrates ada yang mengatakan bahwa
Socrates tidak menunjukkan dengan jelas tujuan akhir dari akhlak dan tidak
memberikan patokan-patokan untuk mengukur segala perbuatan dan menghukumkannya
baik atau buruk. Akibatnya, maka timbullah beberapa golongan yang mengemukakan
berbagai teori tentang akhlak yang dihubungkan pada Socrates.
Golongan terpenting yang lahir
setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya dari pengikut Socrates.
Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370 SM). Menurut golongan ini
bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia
adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Maka ia mengurangi kebutuhannya sedapat mungkin
rela dengan sedikit, suka menanggung penderitaan dan mengabaikannya. Di antara
pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal
pada tahun 323 SM. Dia memberi pelajaran pada kawan-kawan supaya membuang beban
yang ditentukan oleh ciptaan manusia dan peranannya. Dia memakai pakaian yang
kasar makan-makanan yang buruk dan tidur di atas tanah. Adapun golongan
“Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara
Afrika). Golongan ini berpendapat bahwa mencari kelezatan dan menjauhi
kepedihan adalah merupakan satu-satunya tujuan hidup yang benar dan perbuatan
itu dinamai utama bila timbul kelezatan yang lebih besar dari kepedihan.
Kedua
golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan
mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris)
dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. sedangkan golongan kedua,
Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia
mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.
b.
Plato (427
– 347 SM).
Seorang filsafat
Athena dan murid dari Socrates, bukunya yang terkenal adalah “Republic”.
Ia membangun ilmu akhlak melalui akademi yang ia dirikan. Pandangannya dalam
akhlak berdasar dari “teori contoh” bahwa di balik alam ini ada alam
rohani sebagai alam yang sesungguhnya. Dan di alam rohani ini ada kekuatan yang
bermacam-macam, dan kekuatan itu timbul dari pertimbangan tunduknya kekuatan
pada hokum akal.
Dia berpendapat bahwa pokok-pokok
keutamaan ada empat antara lain:
1.
Hikmah/kebijaksanaan,
2.
Keberanian,
3.
Keperwiraan
4.
Keadilan.
Keempat-empatnya
itu adalah tiang penegak bangsa-bangsa dan perseorangan. Di dalam beberapa
bangsa kita mengathui bhawa kebijaksanaan itu utama bagi para hakim, keberanian
itu utama bagi para tentara, perwira itu utama bagi rakyat dan adil itu utama
bagi semua. Pokok-pokok keutamaan itu membatasu bagi tiap-tiap manusia akan
perbuatannya, dan mengharap agar ia melakukannya dengan sebaik-baiknya. Selain itu Plato juga mengatakan bahwa
akhlak termasuk kategori keindahan.
c.
Aristoteles ( 394 – 322 SM)
Dia murid
Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana
pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan
pelajaran sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang
teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa
tujuan terakhir yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya ialah
“bahagia”. Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia lebih luas dan lebih
tinggi dari pengikut paham utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut
pendapatnya jalan mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal
pikiran sebaik-baiknya.
Selain
itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan
adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah
tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara
membabi buta dan takut.
Setelah Aristoteles dating “Stoics”
dan “Epicuric”. Mereka berbeda penyelidikannya dalam akhlak “Stoics”
berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan paham “Stoics” ini diikuti oleh banyak
ahli filsafat di Yunani dan Romawi. Dan pengikutnya yang termasyhur pada permulaan kerajaan Rome ialah Seneca
(6 SM-65 M), dll. Adapun “Epicuric”, maka mereka mendasarkan pelajarannya
menurut pelajaran Cyrenics. Pendiri paham mereka ialah “Epicuric”.di antara
pengikutnya dalam zaman baru ini ialah “Gassendi” seorang filsafat Perancis
(1592-1656).
2.
Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad yang ketiga
Masehi tersiarlah kabar Agama Nasrani di Eropa. Agama itu dapat merubah pikiran
manusia dan membawa pokok-pokok akhlak yang tercantum di dalam Taurat. Demikan
juga memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan sumber segala akhlak. Tuhan
yang memberi segala patokan yang harus kita pelihara Dalam bentuk perhubungan
kita, dan yang menjelaskan arti baik dan buruk, baik menurut arti yang
sebenarnya ialah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
3.
Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad
pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa di abad
pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi
filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno.
Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa
yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu
tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin
uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat
gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Namun demikian sebagai dari kalangan
gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles dan Stoics untuk
memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Filsafat yang
menentang Agama Nashrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian ajaran akhlak
yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang
dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani. Diantara
merka yang termasyhur ialah Abelard, sorang ahli filsafat Perancis (1079-1142)
dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia
(1226-1274).
Corak ajaran akhlak yang sifatnya
perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan
dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam sebagaimana
terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.
4.
Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum Islam
Bangsa Arab pada Zaman Jahiliyah tidak
ada yang menonjol dalam segi filsafat sebagaimana Bangsa Yunani (Socrates,
Plato dan Aristoteles), Tiongkok dan lain-lainnya. Disebabkan karena
penyelidikan akhlak terjadi hanya pada Bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, Bangsa Arab waktu itu ada yang mempunyai ahli-ahli hikwah
yang menghidangkan syair-syair yang mengandung nilai-nilai akhlak.
Adapun sebagian syair dari kalangan
Bangsa Arab diantaranya: Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan: ”barang
siapa menepati janji, tidak akan tercela; barang siapa yang membawa hatinya
menunjukkan kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”. Contoh lainnya,
perkataan Amir ibnu Dharb Al-Adwany ”pikiran itu tidur dan nafsu
bergejolak. Barang siapa yang mengumpulkan suatu antara hak dan batil tidak
akan mungkin terjadi dan yang batil itu lebih utama buatnya. Sesungguhnya
penyelesaian akibat kebodohan”.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab
sebelum Islam telah memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak,
pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai
yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang
diucapkan oleh filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka
tersebut saja sudah ada muatan-muatan akhlak.
Memang sebelum Islam, dikalangan
bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat yang mempunyai
aliran-aliran tertentu seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti
Epicurus, Plato, zinon, dan Aristoteles, karena penyelidikan secara ilmiah
tidak ada, kecuali sesudah membesarnya perhatian orang terhadap ilmu
kenegaraan.[6]
5.
Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak menemukan
bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan
Akal manusia. Agama Islam pada Intinya mengajak manusia agar percaya kepada
Allah SWT.
Selain itu,agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna
dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Semua ini terkandung dalam ajaran kitab suci al-Qur’an yang diturunkan Allah
dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad Saw.
Firman Allah yang mengungkap
tentang “Akhlak” yaitu Surat An-Nahl ayat 90:
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
B.
AKHLAK PERIODE ABAD MODERN
Pada abad pertengahan ke-15
mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno. Itali
juga kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka yang semula terikat
pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran
yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran.
Di antara masalah yang mereka
kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah akhlak. Akhlak yang
mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiric dan tidak
mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada
pada manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini
menghasilkan perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya
tidak mempunyai lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan,
dan keadilan social menjadi di perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya
pandangan akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang bertujuan agar mereka
menjadi anggota masyarakat yang mandiri.
Ahli filsafat Perancis yaitu
Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri filsafat baru dalam Ilmu Pengetahuan
dan Filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya:
1. Tidak
menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya. Dan apa yang
didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja,
wajib di tolak.
2. Di dalam
penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-mudahnya,
lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat
pengertiannya, sehingga tercapai tujuan kita.
3. Wajib
bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga
menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikut-pengikutnya suka kepada
paham Stoics, dan selalu mempertinggi mutu pelajarannya sedang Gassendi dan
Hobbes dan pengikutnya suka kepada paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran
pahamnya.
Kemudian lahir pula Bentham
(1748-1832) dan John Stoart Mill (1806-1873). Keduanya berpindah paham dari
faham Epicurus ke faham Utilitarianim.
Setelah keadaannya muncul
Green (1836-1882) dan Hebbert Spencer (1820-19030, keduanya mencocokkan faham
pertumbuhan dan peningkatan atas akhlak sebagaimana yang kita ketahui.
“TASAWUF di ERA KLASIK”
A.
Latar
Belakang
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai
kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga
tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau
hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus
langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh
kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut
akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal
ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang
dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian
menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
Disini pemakalah akan membahas tentang pengertian dan
tujuan tasawuf, serta tahanus nabi dan kehidupan kerohanian para sahabat.Dan menjelaskan
sumber-sumber ajaran tasawuf, yang bertujuan agar semua mahasiswa dapat
memahami asal-usul tasawuf itu sendiri.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Tujuan Tasawuf
Dari sejumlah bahas terdapat sejumlah
bahasa/istilah yang dihubungkan para ahli untuk menjelaskan tentang tasawuf.
Harun Nasution misalnya, ia menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan
tasawuf, yaitu Al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke
Madinah). Saf (barisan), Sufi (suci), Sophos (bahasa Yunani: hikmah) dan Suf
(kain wol).[1]
Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata al-Suffah
(orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah) misalnya
menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya/harta benda
semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan semuanya di Mekkah untuk
hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya kata Saf (menggambarkan orang yang
selalu berada di barisan depan dalam beribadah dan melakukan kebajikan)
demikian pula kata Sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara
dirinya dari berbuat dosa dan kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa
yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.[2]
Dari segi bahas dapat segera dipahami
bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebahagiaan dan selalu
bersikap bijaksana, sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah Ahlak
yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi
istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang
digunakan masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang
yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yakni sudut pandang
manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk yang harus berjuang dan
manusia sebagai mahluk bertuhan.[3]
Pada intinya tasawuf adalah upaya
melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari
pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan
Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh
suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai
makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan.
Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia
dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri.
Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan
Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun
diluarnya.[4]
Dengan demikian nampak jelas bahwa
tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta
tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Hakikat tasawuf adalah keadaan
lain yang lebih baik dan lebih sempurna, yakni suatu perpindahan dari alam
kebendaan kepada alam rohami.
Dalam rangka mensucikan jiwa demi
tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup tersebut. Maka diperlukan suatu
latihan dari tahap satu ketahap lain yang lebih tinggi dan jalan satu-satunya
menurut semua sufi adalah dengan kesucian jiwa dan untuk mencapai tingkat
kesempurnaan dan kesucian jiwa itu sendiri memerlukan pendidiakan dan latihan
mental yang panjang dan bertingkat.[5]
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an
mengatakan bahwa manusia dekat sekali pada Tuhan, diantaranya:
Surat al-Baqarah ayat: 186:
Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.
B.
Pertumbuhan
dan Perkembangan Tasawuf
1.
Periode
I Masa Rasulullah SAW. (13 Sebelum H – 11 H)
Awal tasawuf islam terjadi setelah
turunnya Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Setelah Muhammad menjadi Rasul
Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari
kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau
berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk
mencapai keridhaan Allah.
Kehidupan Rasulullah sudah cukup
menjadi suri tauladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah
menempuh hidupnya yang penuh liku-liku itu dengan iman yang mantap dan
ketabahan yang bergelora. Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung
perjuanagan dakwahnya patah. Abu Thalib meninggal dan Khadijah wafat pula,
padahal beliau sangan butuh bantuan dari kedua orang ini. Rasulullah menerima
sgalanya dengan tabah dan tenang.
Kemuadian beliau mencoba pergi ke
Thaif. Dan sesampainya di sana, dakwahnya ditolak orang. Dia pulang membawa
luka dan derita, sampai kakinya berdarah akibat lemparan batu dari penduduk
Thaif yang sudah mengintainya di sepanjang jalan yang ia lewati. Terasa letih
dan pedih tubuhnya kena lemparan, dia akan berhenti, tetapi pemuda-pemudi di
sana membentak, terus berjalan !. Dia meneruskan perjalanan di tengah-tengah
kepungan ummat yang jahil itu. Maka ia terima segalanya ini dengan tabah.
Pada suatu waktu beliau datang ke
rumah istrinya Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa. Beliau terima
dengan sabar, ia kerjakan puasa sunnah. Beliau kemudian pergi ke masjid dan
bertemulah dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya apakah gerangan kalian
berdua datang ke masjid? Kedua sahabat taadi menjawab : menghibur lapar, beliau
pun mengatakan aku pun keluar untuk menghibur lapar.
Rasulullah SAW. Tidak membenci dunia,
tetapi beliau tidak mau terpengaruh oleh urusan dunia. Sahabat-sahabat nabi
pernah berhimpun di rumah Utsman bin Mazhun Al-Jumahy para sahanat yang terdiri
dari Ali, Abu Bakar, Abdullah bin mas’ut, Abu Zar, Salim Maula, Abi Huzaifah,
Abdullah bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman Al-Farisi, Ma’qal bin Muqrin dan
tuan rumah. Mereka bermusyawarah untuk berpuasa siang hari, tidak tidur di atar
kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak mendekati istri, tidak memakai
minyak wangi, akan memakai wool kasar,
akan meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi. Maka Rasulullah SAW.
Berkata : “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang demikian”. Lalu beliau
bersabdah :
ان لاءنفسكم علىكم حق, فصو مواوافطروا وقوموا وناموا, فاني اقوم وانام
واصوم وافطر, فاكل ا للحم والدسم واتى
النساء. فمن رغب عن سنتى فليس مني. ثم جمع الناس وخطبهم فقال : مابال اقوام حرموا
النساء والطعام والطيب وشهوات الدنيا. اماانى لست امركم ان تكونواقسيسين ورهبانا,
فانه ليس فى دينى ترك اللحم ولااتخادالصوامع. وان سياحة امتي الصوم ورهبا نيتهم
الجهاد. واعبدواالله ولاتشركوابه شيئا, وحجوا واعتمروا واقيمواالصلاة واتواالزكاة
وصوموارمصان واستقيموا يستقم لكم, فانماهلك من قبلكم بالتشديد, شددواعلى انفسهم
فشددالله عليهم. فاولئك بقاياهم فى الدياروالصوامع.
“Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah
kamu dan berbuka, bangunlah dan beribadat pada malam hari dan tidur, aku
berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi
perempuan-perempuan. Barang siapa yang tidak suka kepada sunnahku itu, maka
tidaklah dia termasuk sebagian dari ummatku. Kemudian dihimpunnya orang banyak
lalu lalu ia berkhutbah dihadapan mereka, katanya : apakah halnya dengan
beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan
syahwat dunia ? Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi
pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak ada di dalam agamaku
meninggalkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula
membuat-buat ibadat. Dan bahwasanya perlawatan ummatku ialah puasa dan
rubbaniyyah (kebiasaan) mereka adalah jihad. Sembahlah Allah dan jangan
sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji dan umroh, dirikanlah shalat,
keluarkan zakat, puasalah di bulan Ramadhan dan tetaplah atas yang demikian,
niscaya kamu akan dimantapkan. Sesunggguhnya orang-orang yang dahulu dari pada
kamu binasa sebab memberat-beratkan (urusan agama). Mereka berat-beratkan atas
diri mereka, lantas diberatkan pula oleh Allah. Maka itulah
peninggalan-peninggalan mereka pada gereja dan tempat-tempat peribadatan”.
2.
Periode
II Masa Sahabat (11 H – 40 H)
Sahabat yang mencontoh langsung cara
hidup rasul, adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan
hidupnya untuk kepentingan agama.
Di waktu Rasul masih hidup, Abu Bakar
yang hartawan telah mengorbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk
kepentingan agama. Pernah Raasul bertanya kepadanya “apalagi yang buat engkau
hai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab “cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya”. Abu
Bakar termasyur dengan kedermawanannya, ketaatan, tawadlu’, wara’ dan mempunyai
pribadi yang mulia. Sehingga ia mendapat tempat yang utama di hati Rasulullah.
Umar bin Khattab adalah seorang
sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan
siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun
pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam
hari untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri.Pada malam
itu beliau mendengar sayup-sayup tangisan bayi di sebuah gubuk tua. Lantas
beliau dekati gubuk tua. Lantas ia dekati gubuk tua itu dan terlihatlah seorang
wanita sedang memasak. Beliau tanyakan mengapa anak itu menangis juga. Wanita
itu menjawab bahwa ia sedang kelaparan dan ingin makan, sedang ia sendiri tidak
mempunyai makanan dan yang dimasaknya itu hanya batu-batu biasa untuk
menenangkan bayinya agar tertidur. Kata wanita itu “Alangkah celakanya khalifah
kami”. Setelah mendengar itu, Umar yang terkenal garam terus pergi menuju
gudang makanan, diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya di atas pundaknya
sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah masak gandum, si
anak pun diberi makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu datang menghadap
khalifah besoknya untuk untuk mengadukan nasibnya. Besok harinya datanglah
wanita itu menemui khalifah. Setelah bertemu, tenyata laki-laki yang
menolongnya malam tadilah yang berhadapan dengan dia.
Usman bin Affan adalah seorang
hartawan yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk
kepentingan agama. Bila ia berada di rumah, tak pernah lepas Al-Qur’an dari
tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al-Qur’an dan memahami kandungannya
sampai larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyhur dengan
tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal, bahkan ia
sendiri pulalah menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing daging dari pasar.
Lantas orang bertanya “apakah tuan tidakmalu membawa daging itu ya Amiral
mukminin?” beliau menjawab :yang kubawa ini adalah barang halal, apa yang
kumalukan terhadapnya!”.
Banyak tercatat di dalam sejarah
tentang keutamaan pribadi para sahabat. Mereka meneladan langsung akhlak
nabinya. Pribadi-pribadi mereka telah digembleng dan dikaderkan oleh
Rasulullah, menjadi manusia-manusia utama yang akan dicontoh dan ditiru oleh
ummat yang dibelakang mereka.[6]
C.
Karakteristik
Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Pada masa
Rasulullah ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan Sunnah
Nabinya.
Sedangkan pada
masa sahabat ialah :
1)
Memegang
teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al-Qur’an.
2)
Meneladani
kehidupan Rasulullah SAW. Sepenuhnya.
3)
Zuhud
terhadap dunia.
4)
Cinta
dan mengharap segera bertemu dengan Allah SWT.
5)
Para
sahabat memiliki sifat sabar, tawakkal, wara’, ridho dan sifat-sifat terpuji
lainnya yang merupakan cara penghidupan para sahabat.
D.
Gambaran
dan Praktek Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Seperti yang
diceritakan pada pembahasan sebelumnya. Rasulullah selama hayatnya menjadi
tumpuan perhatian masyarakat, karena sifat terpuji terhimpun pada dirinya.
Bahkan beliau merupakan lautan budi luhur yang tidak pernah kering-keringnya,
kendati diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Sungguh sangat tepat
apabila dikatakan bahwa kehidupan Rasulullah merupakan khazanah daari segala
sifat dan amal perbuatan yang baik. Oleh karena itu, semua pola kehidupan
Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya :
1)
Rasulullah
minimal membaca istighfar 70 kali setiap harinya.
2)
Melaksanakan
sholat dua pertiga malam yang tidak kurang dari delapan raka’at setiap harinya.
3)
Dalam
melaksanakan sholat tahajjud, beliau tidak lebih dari sebelas raka’at, tetapi
setiap sujud lamanya sama dengan ketika sahabat membaca lima puluh ayat
Al-Qur’an.
4)
Sholat
beliau penuh dengan khusyu’ dan thama’ninah yang sempurna.
Demikianlah contoh ringkasan amalan
sholat Rasulullah yang dilakukan secara kontinu. Apabila pada suatu malam
beliau berhalangan melakukan sholatnya yang demikian itu, maka beliau segera
mengganti dengan dua belas raka’at, hingga kekosongan pada malam itu segera
diisi pada besok paginya. Dengan demikian ibadat beliau tidak pernah terganggu.[7]
Dalam hidup kerohanian (tasawuf) para
sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Hidup mereka
penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu’ dan zuhud, semata-mata
mengharap ridha dari Allah SWT. Berikut beberapa contoh tasawuf yang diambil
dari kehidupan para sahabat :
1)
Kedermawanan
Abu Bakar Ash-Shiddiq mengorbankan hartanya pada perang Tabuk.
2)
Abu
Bakar Ash-Shiddiq pernah hidup dengan sehelai kain saja.
3)
Umar
bin Khattab berpidato di hadapan manusia, sedangkan beliau memakai kain dengan
dua belas tambalan dan baju empat tambalan dan tidak memiliki kain yang lain.[8]
4)
Umar
bin Khattab pernah terlambat datang ke masjid, sehingga terlambat pula
melaksanakan sholat fardhu berjama’ah. Karena setiap sholat fardhu biasanya
beliaulah yang menjadi imam. Lalu ditanyakan oleh seorang temannya kenapa
terlambat datang, jawabnya : “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada yang
lainnya”.[9]
5)
Dalam
kehidupan Usman bin Affan penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan
Kitabullah senantiasa berada di tangannya dan demikian juga sewaktu beliau
meninggal dunia ditemukan Kitabullah di antara kedua tangannya.[10]
6)
Ali
bin Abi Thalib hidup dengan pola sederhana. Pernah dalam satu bulan hanya
memakan tiga buah kurma setiap hari. Di dalam rumahnya hanya terdapat pedang,
baju rantai dan sehelai kain, kalau kain itu dijadikan tikar untuk tidur
bersama istrinya (Fatimah), tidak cukup untuk dijadikan selimut. Sebaliknya
jika dijadikan selimut maka tidak cukup untuk dijadikan tikar untuk tempat
tidur bersamanya.
7)
Di
dalam rumah sahabat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah hanya ada satu pasu dan sepotong
jana. Yang pertama untuk tempat makanan dan untuk tempat wudhu saja, sedangkan
sepotong kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.[11]
Dari uraian di atas, sudah cukup untuk
dijadikan bukti tentang kekayaan dan keikhlasan para sahabat untuk berjuang dan
beramal shaleh. Abu Bakar Shiddiq mempergunakan semua hartanya untuk
sabilillah. Umar bin Khattab menginfaqkan hartanya untuk sabilillah, Usman bin
Affan pernah memikul beban atau perongkosan perang Zaatil ‘Usyraa, begitu juga
dengan Ali bin Abi Thalib dan lain-lainnya telah berkorban untuk menegakkan
agama Allah.
1)
Tasawuf
adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan
dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan
dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
2)
Tasawuf
bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan
yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang
berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan
dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia
perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk
“Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik
pda agama Islam maupun diluarnya.
3)
Dan
tentang kehidupan nabi sendir juga terdapat petunjuk yang menggambarkan nya
sebagai seorang sufi, nabi Muhammad telah melakukan pengasingan dir ke gua
hira’ menjelang datangnya wahyu, dia menjauhi pola hidup kebendaan dimana waktu
itu orang arab terbenam di dalamnya, seperti praktek perdagangan yang
menggunakan segala cara yang menghalalkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Yunasril, Drs. 1987. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya
AR, Zahruddin dkk. Pengantar
Studi Akhlak, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2004.
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf
(Nilai-nilai akhlak/ budipekerti dalam ibadat dan tasawuf), Jakarta: PT
Karya Mulia,2005.
Darajat, Zakiah, Dra. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Suamatera Utara:
IAIN SUMUT
Nata, Abuddin, 1996, Akhlak tasawuf . Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Nata, Abudin. Akhlak
Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1997.
[1]
Harun Nasution, Falsafat
dan Mistisisme dan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) hal. 56-57
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996) hal. 279
[4] Achamd Mustofa, Akhlak
Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 206
[5] Ahmad Mustofa, Akhlak tasawuf
(Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 208
[6]
Pengantar Ilmu Tasawuf oleh DR. Zakiyah Daradjat
[7] Imam Muhyiddin bin Syaraf
an-Nawawy : 401
[8] Qomar Kailany : 19
[9] H. Zainal Arifin Abbas :27
[10] Qamar Kailany : 19
[11] H. Zainal Arifin Abbas : 100
The Sportsbet Casino app in Michigan has expired - KTNV
BalasHapusThe 경산 출장안마 sportsbet casino app in Michigan 파주 출장안마 has expired - June 23, 2021. The sportsbet casino app in Michigan 안성 출장마사지 has expired. 거제 출장마사지 We are 순천 출장마사지 offering customers a $25 no deposit