Pages

06/03/15

Makalah Akhlak Tasawuf



PEMBAHASAN

Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat (al-adalah/ tradisi) yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern
Pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern. Juga membagi menjadi dua bagian yakni pertumbuhaan dan perkembangan Ilmu akhlak diluar ajaran Islam(non muslim) dan pertumbuhan dan perkembangan di dalam ajaran Islam.
A.     SEJARAH SINGKAT
Secara etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta. Sedangkan, Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu yang mempersoalkan baik buruknya amal.
Akhlak dalam arti bahasa, sebenarnya sudah dikenal manusia di atas permukaan bumi ini yaitu apa yang disebut dengan istilah adat-istiadat (tradisi) yang dihormati, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam keadaan terputusnya wahyu (zaman fatrah) maka tradisi itulah yang dijadikan tolak ukur dan alat penimbangan norma pergaulan kehidupan manusia, terlepas dari segi apakah itu baik atau buruk menurut setelah datang wahyu.
Kalau kita memperhatikan bangsa arab di zaman jahiliyah, misalnya: mereka sudah memiliki perangai halus dan rela dalam  kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Tetapi juga pemarah luar biasa, perampok, perampas, karena kejahatan mengancam diri atau kabilahnya. Hal ini Nampak dalam puisi-puisi mereka sebagai bangsa yang buta huruf, tetapi daya ingatan dan hafalan mereka sangat kuat. Misalnya: Zuhair ibnu abi Salam mengatakan: “Barang siapa menepati janji tidak kan tercela dan barang siapa membawa hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki dalam kadar yang minimal pemikiran dalam bidang akhlak. Pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh filosof-filosof zaman kuno. Sewaktu islam datang yang dibawa oleh Muhammad SAW, maka Islam tidak menolak setiap kebiasaan yang terpuji yang terdapat pada bangsa Arab, Islam datang kepada mereka membawa akhlak yang mulia yang menjadi dasar kebaikan hidup seseorang, keluarga, handai tolan, umat manusia serta alam seluruhnya. Setelah Al-qur’an turun maka lingkaran bangsa Arab dalam segi akhlak dari segi sempit menjadi luas dan berkembang, jelas arah dan sasarannya.
PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
1.    Akhlak pada bangsa Yunani
Perkembangan ilmu akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun Ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat antropo-sentris, dan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang fitri, yang akan ada dengan adanya manusia sendiri, dan hasil yang didapatnya adalah ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni.
 Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani itu secara redaksional berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
 Ada beberapa ahli-ahli fikir Yunani yang menyingkapkan pengetahuan akhlak, di antaranya:
a.        Socrates (469 - 399 SM).
Socrates dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia yang pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu adalah ilmu. Namun demikian, para peneliti terhadap pemikiran Socrates ada yang mengatakan bahwa Socrates tidak menunjukkan dengan jelas tujuan akhir dari akhlak dan tidak memberikan patokan-patokan untuk mengukur segala perbuatan dan menghukumkannya baik atau buruk. Akibatnya, maka timbullah beberapa golongan yang mengemukakan berbagai teori tentang akhlak yang dihubungkan pada Socrates.
Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370 SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Maka ia mengurangi kebutuhannya sedapat mungkin rela dengan sedikit, suka menanggung penderitaan dan mengabaikannya. Di antara pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada tahun 323 SM. Dia memberi pelajaran pada kawan-kawan supaya membuang beban yang ditentukan oleh ciptaan manusia dan peranannya. Dia memakai pakaian yang kasar makan-makanan yang buruk dan tidur di atas tanah. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).  Golongan ini berpendapat bahwa mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan adalah merupakan satu-satunya tujuan hidup yang benar dan perbuatan itu dinamai utama bila timbul kelezatan yang lebih besar dari kepedihan.
Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris) dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.
b.        Plato (427 – 347 SM).
Seorang filsafat Athena dan murid dari Socrates, bukunya yang terkenal adalah “Republic”. Ia membangun ilmu akhlak melalui akademi yang ia dirikan. Pandangannya dalam akhlak berdasar dari “teori contoh” bahwa di balik alam ini ada alam rohani sebagai alam yang sesungguhnya. Dan di alam rohani ini ada kekuatan yang bermacam-macam, dan kekuatan itu timbul dari pertimbangan tunduknya kekuatan pada hokum akal.
Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:
1.           Hikmah/kebijaksanaan,
2.           Keberanian,
3.           Keperwiraan
4.           Keadilan.
  Keempat-empatnya itu adalah tiang penegak bangsa-bangsa dan perseorangan. Di dalam beberapa bangsa kita mengathui bhawa kebijaksanaan itu utama bagi para hakim, keberanian itu utama bagi para tentara, perwira itu utama bagi rakyat dan adil itu utama bagi semua. Pokok-pokok keutamaan itu membatasu bagi tiap-tiap manusia akan perbuatannya, dan mengharap agar ia melakukannya dengan sebaik-baiknya. Selain itu Plato juga mengatakan bahwa akhlak termasuk kategori keindahan.
c.        Aristoteles ( 394 – 322 SM)
Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”. Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut paham utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.
Selain itu  Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut.
Setelah Aristoteles dating “Stoics” dan “Epicuric”. Mereka berbeda penyelidikannya dalam akhlak “Stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan paham “Stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di Yunani dan Romawi. Dan pengikutnya yang termasyhur pada permulaan kerajaan Rome ialah Seneca (6 SM-65 M), dll. Adapun “Epicuric”, maka mereka mendasarkan pelajarannya menurut pelajaran Cyrenics. Pendiri paham mereka ialah “Epicuric”.di antara pengikutnya dalam zaman baru ini ialah “Gassendi” seorang filsafat Perancis (1592-1656).
2.    Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad yang ketiga Masehi tersiarlah kabar Agama Nasrani di Eropa. Agama itu dapat merubah pikiran manusia dan membawa pokok-pokok akhlak yang tercantum di dalam Taurat. Demikan juga memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi segala patokan yang harus kita pelihara Dalam bentuk perhubungan kita, dan yang menjelaskan arti baik dan buruk, baik menurut arti yang sebenarnya ialah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
3.    Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang  telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Namun demikian sebagai dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Filsafat yang menentang Agama Nashrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian ajaran  akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani. Diantara merka yang termasyhur ialah Abelard, sorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia (1226-1274).
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.
4.    Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum Islam
Bangsa Arab pada Zaman Jahiliyah tidak ada yang menonjol dalam segi filsafat sebagaimana Bangsa Yunani (Socrates, Plato dan Aristoteles), Tiongkok dan lain-lainnya. Disebabkan karena penyelidikan akhlak terjadi hanya pada Bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, Bangsa Arab waktu itu ada yang mempunyai ahli-ahli hikwah yang menghidangkan syair-syair yang mengandung nilai-nilai akhlak.
Adapun sebagian syair dari kalangan Bangsa Arab diantaranya: Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan: ”barang siapa menepati janji, tidak akan tercela; barang siapa yang membawa hatinya menunjukkan kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”. Contoh lainnya, perkataan Amir ibnu Dharb Al-Adwany ”pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak. Barang siapa yang mengumpulkan suatu antara hak dan batil tidak akan mungkin terjadi dan yang batil itu lebih utama buatnya. Sesungguhnya penyelesaian akibat kebodohan”.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka tersebut saja sudah ada muatan-muatan akhlak.
Memang sebelum Islam, dikalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat yang mempunyai aliran-aliran tertentu seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti Epicurus, Plato, zinon, dan Aristoteles, karena penyelidikan secara ilmiah tidak ada, kecuali sesudah membesarnya perhatian orang terhadap ilmu kenegaraan.[6]

5.    Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan Akal manusia. Agama Islam pada Intinya mengajak manusia agar percaya kepada Allah SWT.
          Selain itu,agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini terkandung dalam ajaran kitab suci al-Qur’an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad Saw.
Firman Allah yang mengungkap tentang “Akhlak” yaitu Surat An-Nahl ayat 90:
          Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

B.     AKHLAK PERIODE ABAD MODERN
Pada abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno. Itali juga kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran.
Di antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah akhlak.  Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiric dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini menghasilkan perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan keadilan social menjadi di perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan pada perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri.
Ahli filsafat Perancis yaitu Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri filsafat baru dalam Ilmu Pengetahuan dan Filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya:
1.    Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya. Dan apa yang didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib di tolak.
2.    Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya, sehingga tercapai tujuan kita.
3.    Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikut-pengikutnya suka kepada paham Stoics, dan selalu mempertinggi mutu pelajarannya sedang Gassendi dan Hobbes dan pengikutnya suka kepada paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran pahamnya.
Kemudian lahir pula Bentham (1748-1832) dan John Stoart Mill (1806-1873). Keduanya berpindah paham dari faham Epicurus ke faham Utilitarianim.
Setelah keadaannya muncul Green (1836-1882) dan Hebbert Spencer (1820-19030, keduanya mencocokkan faham pertumbuhan dan peningkatan atas akhlak sebagaimana yang kita ketahui.

TASAWUF di ERA KLASIK

A.    Latar Belakang
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
Disini pemakalah akan membahas tentang pengertian dan tujuan tasawuf, serta tahanus nabi dan kehidupan kerohanian para sahabat.Dan menjelaskan sumber-sumber ajaran tasawuf, yang bertujuan agar semua mahasiswa dapat memahami asal-usul tasawuf itu sendiri.







PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Tujuan Tasawuf
Dari sejumlah bahas terdapat sejumlah bahasa/istilah yang dihubungkan para ahli untuk menjelaskan tentang tasawuf. Harun Nasution misalnya, ia menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu Al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke Madinah). Saf (barisan), Sufi (suci), Sophos (bahasa Yunani: hikmah) dan Suf (kain wol).[1] Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Yakni kata al-Suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya/harta benda semata-mata karena Allah. Mereka rela meninggalkan semuanya di Mekkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Selanjutnya kata Saf (menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah dan melakukan kebajikan) demikian pula kata Sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan kata Sophos (hikmah) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.[2]
Dari segi bahas dapat segera dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebahagiaan dan selalu bersikap bijaksana, sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah Ahlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yakni sudut pandang manusia sebagai mahluk terbatas, manusia seabgai mahluk yang harus berjuang dan manusia sebagai mahluk bertuhan.[3]
Pada intinya tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.[4]
Dengan demikian nampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan substansi Islam. Hakikat tasawuf adalah keadaan lain yang lebih baik dan lebih sempurna, yakni suatu perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohami.
Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup tersebut. Maka diperlukan suatu latihan dari tahap satu ketahap lain yang lebih tinggi dan jalan satu-satunya menurut semua sufi adalah dengan kesucian jiwa dan untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa itu sendiri memerlukan pendidiakan dan latihan mental yang panjang dan bertingkat.[5]
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia dekat sekali pada Tuhan, diantaranya:
Surat al-Baqarah ayat: 186:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

B.     Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf
1.      Periode I Masa Rasulullah SAW. (13 Sebelum H – 11 H)
Awal tasawuf islam terjadi setelah turunnya Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Setelah Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.
Kehidupan Rasulullah sudah cukup menjadi suri tauladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang penuh liku-liku itu dengan iman yang mantap dan ketabahan yang bergelora. Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuanagan dakwahnya patah. Abu Thalib meninggal dan Khadijah wafat pula, padahal beliau sangan butuh bantuan dari kedua orang ini. Rasulullah menerima sgalanya dengan tabah dan tenang.
Kemuadian beliau mencoba pergi ke Thaif. Dan sesampainya di sana, dakwahnya ditolak orang. Dia pulang membawa luka dan derita, sampai kakinya berdarah akibat lemparan batu dari penduduk Thaif yang sudah mengintainya di sepanjang jalan yang ia lewati. Terasa letih dan pedih tubuhnya kena lemparan, dia akan berhenti, tetapi pemuda-pemudi di sana membentak, terus berjalan !. Dia meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan ummat yang jahil itu. Maka ia terima segalanya ini dengan tabah.
Pada suatu waktu beliau datang ke rumah istrinya Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa. Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunnah. Beliau kemudian pergi ke masjid dan bertemulah dengan Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya apakah gerangan kalian berdua datang ke masjid? Kedua sahabat taadi menjawab : menghibur lapar, beliau pun mengatakan aku pun keluar untuk menghibur lapar.
Rasulullah SAW. Tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh oleh urusan dunia. Sahabat-sahabat nabi pernah berhimpun di rumah Utsman bin Mazhun Al-Jumahy para sahanat yang terdiri dari Ali, Abu Bakar, Abdullah bin mas’ut, Abu Zar, Salim Maula, Abi Huzaifah, Abdullah bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman Al-Farisi, Ma’qal bin Muqrin dan tuan rumah. Mereka bermusyawarah untuk berpuasa siang hari, tidak tidur di atar kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak mendekati istri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai  wool kasar, akan meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi. Maka Rasulullah SAW. Berkata : “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang demikian”. Lalu beliau bersabdah :

ان لاءنفسكم علىكم حق, فصو مواوافطروا وقوموا وناموا, فاني اقوم وانام واصوم وافطر, فاكل ا للحم والدسم  واتى النساء. فمن رغب عن سنتى فليس مني. ثم جمع الناس وخطبهم فقال : مابال اقوام حرموا النساء والطعام والطيب وشهوات الدنيا. اماانى لست امركم ان تكونواقسيسين ورهبانا, فانه ليس فى دينى ترك اللحم ولااتخادالصوامع. وان سياحة امتي الصوم ورهبا نيتهم الجهاد. واعبدواالله ولاتشركوابه شيئا, وحجوا واعتمروا واقيمواالصلاة واتواالزكاة وصوموارمصان واستقيموا يستقم لكم, فانماهلك من قبلكم بالتشديد, شددواعلى انفسهم فشددالله عليهم. فاولئك بقاياهم فى الدياروالصوامع.
“Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah dan beribadat pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan-perempuan. Barang siapa yang tidak suka kepada sunnahku itu, maka tidaklah dia termasuk sebagian dari ummatku. Kemudian dihimpunnya orang banyak lalu lalu ia berkhutbah dihadapan mereka, katanya : apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan syahwat dunia ? Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak ada di dalam agamaku meninggalkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat-buat ibadat. Dan bahwasanya perlawatan ummatku ialah puasa dan rubbaniyyah (kebiasaan) mereka adalah jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji dan umroh, dirikanlah shalat, keluarkan zakat, puasalah di bulan Ramadhan dan tetaplah atas yang demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesunggguhnya orang-orang yang dahulu dari pada kamu binasa sebab memberat-beratkan (urusan agama). Mereka berat-beratkan atas diri mereka, lantas diberatkan pula oleh Allah. Maka itulah peninggalan-peninggalan mereka pada gereja dan tempat-tempat peribadatan”.

2.      Periode II Masa Sahabat (11 H – 40 H)
Sahabat yang mencontoh langsung cara hidup rasul, adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama.
Di waktu Rasul masih hidup, Abu Bakar yang hartawan telah mengorbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Raasul bertanya kepadanya “apalagi yang buat engkau hai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab “cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya”. Abu Bakar termasyur dengan kedermawanannya, ketaatan, tawadlu’, wara’ dan mempunyai pribadi yang mulia. Sehingga ia mendapat tempat yang utama di hati Rasulullah.
Umar bin Khattab adalah seorang sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam hari untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri.Pada malam itu beliau mendengar sayup-sayup tangisan bayi di sebuah gubuk tua. Lantas beliau dekati gubuk tua. Lantas ia dekati gubuk tua itu dan terlihatlah seorang wanita sedang memasak. Beliau tanyakan mengapa anak itu menangis juga. Wanita itu menjawab bahwa ia sedang kelaparan dan ingin makan, sedang ia sendiri tidak mempunyai makanan dan yang dimasaknya itu hanya batu-batu biasa untuk menenangkan bayinya agar tertidur. Kata wanita itu “Alangkah celakanya khalifah kami”. Setelah mendengar itu, Umar yang terkenal garam terus pergi menuju gudang makanan, diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya di atas pundaknya sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah masak gandum, si anak pun diberi makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu datang menghadap khalifah besoknya untuk untuk mengadukan nasibnya. Besok harinya datanglah wanita itu menemui khalifah. Setelah bertemu, tenyata laki-laki yang menolongnya malam tadilah yang berhadapan dengan dia.
Usman bin Affan adalah seorang hartawan yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan agama. Bila ia berada di rumah, tak pernah lepas Al-Qur’an dari tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al-Qur’an dan memahami kandungannya sampai larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyhur dengan tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal, bahkan ia sendiri pulalah menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing daging dari pasar. Lantas orang bertanya “apakah tuan tidakmalu membawa daging itu ya Amiral mukminin?” beliau menjawab :yang kubawa ini adalah barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya!”.
Banyak tercatat di dalam sejarah tentang keutamaan pribadi para sahabat. Mereka meneladan langsung akhlak nabinya. Pribadi-pribadi mereka telah digembleng dan dikaderkan oleh Rasulullah, menjadi manusia-manusia utama yang akan dicontoh dan ditiru oleh ummat yang dibelakang mereka.[6]

C.       Karakteristik Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Pada masa Rasulullah ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabinya.
Sedangkan pada masa sahabat ialah :
1)      Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al-Qur’an.
2)      Meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Sepenuhnya.
3)      Zuhud terhadap dunia.
4)      Cinta dan mengharap segera bertemu dengan Allah SWT.
5)      Para sahabat memiliki sifat sabar, tawakkal, wara’, ridho dan sifat-sifat terpuji lainnya yang merupakan cara penghidupan para sahabat.

D.      Gambaran dan Praktek Tasawuf pada Masa Rasul dan Sahabat
Seperti yang diceritakan pada pembahasan sebelumnya. Rasulullah selama hayatnya menjadi tumpuan perhatian masyarakat, karena sifat terpuji terhimpun pada dirinya. Bahkan beliau merupakan lautan budi luhur yang tidak pernah kering-keringnya, kendati diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Sungguh sangat tepat apabila dikatakan bahwa kehidupan Rasulullah merupakan khazanah daari segala sifat dan amal perbuatan yang baik. Oleh karena itu, semua pola kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya :
1)      Rasulullah minimal membaca istighfar 70 kali setiap harinya.
2)      Melaksanakan sholat dua pertiga malam yang tidak kurang dari delapan raka’at setiap harinya.
3)      Dalam melaksanakan sholat tahajjud, beliau tidak lebih dari sebelas raka’at, tetapi setiap sujud lamanya sama dengan ketika sahabat membaca lima puluh ayat Al-Qur’an.
4)      Sholat beliau penuh dengan khusyu’ dan thama’ninah yang sempurna.
Demikianlah contoh ringkasan amalan sholat Rasulullah yang dilakukan secara kontinu. Apabila pada suatu malam beliau berhalangan melakukan sholatnya yang demikian itu, maka beliau segera mengganti dengan dua belas raka’at, hingga kekosongan pada malam itu segera diisi pada besok paginya. Dengan demikian ibadat beliau tidak pernah terganggu.[7]
Dalam hidup kerohanian (tasawuf) para sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Hidup mereka penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu’ dan zuhud, semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT. Berikut beberapa contoh tasawuf yang diambil dari kehidupan para sahabat :
1)      Kedermawanan Abu Bakar Ash-Shiddiq mengorbankan hartanya pada perang Tabuk.
2)      Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah hidup dengan sehelai kain saja.
3)      Umar bin Khattab berpidato di hadapan manusia, sedangkan beliau memakai kain dengan dua belas tambalan dan baju empat tambalan dan tidak memiliki kain yang lain.[8]
4)      Umar bin Khattab pernah terlambat datang ke masjid, sehingga terlambat pula melaksanakan sholat fardhu berjama’ah. Karena setiap sholat fardhu biasanya beliaulah yang menjadi imam. Lalu ditanyakan oleh seorang temannya kenapa terlambat datang, jawabnya : “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada yang lainnya”.[9]
5)      Dalam kehidupan Usman bin Affan penuh dengan pengabdian setiap waktu, bahkan Kitabullah senantiasa berada di tangannya dan demikian juga sewaktu beliau meninggal dunia ditemukan Kitabullah di antara kedua tangannya.[10]
6)      Ali bin Abi Thalib hidup dengan pola sederhana. Pernah dalam satu bulan hanya memakan tiga buah kurma setiap hari. Di dalam rumahnya hanya terdapat pedang, baju rantai dan sehelai kain, kalau kain itu dijadikan tikar untuk tidur bersama istrinya (Fatimah), tidak cukup untuk dijadikan selimut. Sebaliknya jika dijadikan selimut maka tidak cukup untuk dijadikan tikar untuk tempat tidur bersamanya.
7)      Di dalam rumah sahabat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah hanya ada satu pasu dan sepotong jana. Yang pertama untuk tempat makanan dan untuk tempat wudhu saja, sedangkan sepotong kain bulu itu untuk tempat duduk dan tempat tidur saya.[11]
Dari uraian di atas, sudah cukup untuk dijadikan bukti tentang kekayaan dan keikhlasan para sahabat untuk berjuang dan beramal shaleh. Abu Bakar Shiddiq mempergunakan semua hartanya untuk sabilillah. Umar bin Khattab menginfaqkan hartanya untuk sabilillah, Usman bin Affan pernah memikul beban atau perongkosan perang Zaatil ‘Usyraa, begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib dan lain-lainnya telah berkorban untuk menegakkan agama Allah.
1)      Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin ahlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Inilah esensi atau hakikat tasawuf itu sendiri.
2)      Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran. Bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontek komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu dengan Tuhan) demikian menjadi inti persoalan “sufisme” baik pda agama Islam maupun diluarnya.
3)      Dan tentang kehidupan nabi sendir juga terdapat petunjuk yang menggambarkan nya sebagai seorang sufi, nabi Muhammad telah melakukan pengasingan dir ke gua hira’ menjelang datangnya wahyu, dia menjauhi pola hidup kebendaan dimana waktu itu orang arab terbenam di dalamnya, seperti praktek perdagangan yang menggunakan segala cara yang menghalalkan.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Yunasril, Drs. 1987. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
AR, Zahruddin dkk. Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004.
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf (Nilai-nilai akhlak/ budipekerti dalam ibadat dan tasawuf), Jakarta: PT Karya Mulia,2005.
Darajat, Zakiah, Dra. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Suamatera Utara: IAIN SUMUT
Nata, Abuddin, 1996, Akhlak tasawuf . Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf.  Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.


[1] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1983) hal. 56-57
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hal. 279
[3] Abudin Nata, Op.Cit. hal. 180                                                                
[4] Achamd Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 206
[5] Ahmad Mustofa, Akhlak tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007) hal. 208
[6] Pengantar Ilmu Tasawuf oleh DR. Zakiyah Daradjat
[7] Imam Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawy : 401
[8] Qomar Kailany : 19
[9] H. Zainal Arifin Abbas :27
[10] Qamar Kailany : 19
[11] H. Zainal Arifin Abbas : 100

1 komentar:

  1. The Sportsbet Casino app in Michigan has expired - KTNV
    The 경산 출장안마 sportsbet casino app in Michigan 파주 출장안마 has expired - June 23, 2021. The sportsbet casino app in Michigan 안성 출장마사지 has expired. 거제 출장마사지 We are 순천 출장마사지 offering customers a $25 no deposit

    BalasHapus